assalamualaikum photo assalaamualaikum11.gif

Senin, 09 Juni 2014

Suamiku Bukan Seorang Sarjana

bismillah,....sebagian orang mempunyai persepsi, seorang sarjana tentulah mempunyai tipe dan kriteria pasangan yang tinggi. mereka memukul rata bahwa semua sarjana itu pilih- pilih dalam mencari pasangan. hanya bisa senyum kecil. sudahkanh mereka melakukan survey???.kalau sekedar memukul rata dan menerka- nerka sama saja dengan hoak.

yah.....menurut saya tidak semua sarjana seperti itu, alangkah baiknya jangan memukul rata. beda kepala, beda pula isinya. cara fikir orang berbeda- beda dan tentang kriteria seorang sarjana itu relatif. tidak usah jauh- jauh untuk menjadi bahan contoh. saya sendiri, bukan bermaksut ujub ataupun riya'.  saya hanya ingin merubah cara pandang atau persepsi orang- orang yang menganggap semua sarjana itu tipenya tinggi dan harus sepadan dengannya. bagi saya itu salah kaprah. apasih hasil mengejar- ngejar hal duniawi??? apakah pasangan berpendidikan tinggi, intelektual, tidak seaqidah dan tiada sedikitpun rasa takut kepada Allah itu bisa mengajak anda ke surga. no......its imposible.
silahkan anda mengejar urusan dunia jika menurut anda itu tujuan utama. dan terimalah resiko yg anda pilih sendiri.

okey....balik ke pokok permasalahan. alhamdulillah saya lulusan S1 dan suami saya hanya seorang buruh pabrik lulusan SMK. sebagian orang berfikir "kok eman- eman jauh- jauh kuliah diluar kota, sarjana S1 nikah sama lulusan SMK pegawai pabrik lagi". but....saya enjoy aja dan menganggap omongan mereka itu angin lalu. suami saya, dialah orang yg membuat saya kuat untuk membangun mental "cuek bebek" saat orang membicarakan kami. 

jujur, dulu awal kuliah dan sebelum mengenal manhaj yg hak, saya mempunyai cita- cita ingin menjadi istri dari seorang pegawai kantoran dengan gaji besar, punya mobil mewah dan bisa hidup bahagia.akan tetapi semua itu sirna ketika saya mengenal manhaj yg hak dan berkenalan dengan salah satu mantan teman saya saat SD. awalnya dulu kami memang tidak bertegur sapa walaupun kami tinggal di satu RT, masih keluarga, dan teman saat duduk dibangku SD. aneh memang.ya.....karena saya dulu terkenal sebagai akhwat yang pemalu dan pendiam sehingga tak satupun ikhwan yang berani menyapa saya. tapi segalanya berubah setelah kami berkenalan kembali dan ia berniat untuk melamarku. peluang saya untuk memilih memanglah sangat terbuka lebar. Untuk membuat keputusan tidak semudah yang dibayangkan. Akhirnya saya terus mengkaji ilmu agama lewat internet, bertanya pada teman dan lewat kajian yang saya ikuti. Dapatlah saya artikel yang sangat menginspirasi sebagai berikut,

Kriteria Laki-laki yang Layak Dijadikan Suami Muslimah
ada 4 sifat baik lelaki yang penting untuk diperhatikan:
1. Agamanya baik
Nampaknya menjadi harga mati untuk yang satu ini. Agama dan sekaligus akhlak yang baik. Karena agama Allah turunkan agama ini sebagai acuan untuk bimbingan manusia. Dan dengan akhlaknya yang baik, dia akan berusaha mengamalkannya. Untuk itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan para wali, agar segera menerima pelamar putrinya, yang baik agama dan akhlaknya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberpesan,
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Apabila ada orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, yang meminang putri kalian, nikahkan dia. Jika tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. (HR. Turmudzi 1084, Ibn Majah 1967, dan yang lainnya. Hadis ini dinilai hasan oleh al-Albani).
2. Lugu dengan keluarga dan tidak keras
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan wanita seperti al-Qawarir (gelas kaca). Fisiknya, dan hatinya lemah, sangat mudah pecah. Kecuali jika disikapi dengan hati-hati. Karena itu, tidak ada wanita yang suka disikapi keras oleh siapapun, apalagi suaminya. Maka sungguh malang ketika ada wanita bersuami orang keras. Dia sudah lemah, semakin diperparah dengan sikap suaminya yang semakin melemahkannya.
Sebaliknya, keluarga yang berhias lemah lembut, tidak suka teriak, tidak suka mengumpat, apalagi keluar kata-kata binatang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan menyertai sesuatu maka dia akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan semakin memperburuknya.” (HR. Muslim 2594, Abu Daud 2478, dan yang lainnya).
3. Berpenghasilan yang cukup
Ketika Fatimah bintu Qois ditalak 3 oleh suaminya, dia menjalani masa iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum – seorang sahabat yang buta –. Usai masa iddah, langsung ada dua lelaki yang melamarnya. Yang pertama bernama Muawiyah dan kedua Abu Jahm. Ketika beliau meminta saran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
أَمَّا أَبُو جَهْمٍ، فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ، وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ، انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ
Untuk Abu Jahm, dia tidak meletakkan tongkatnya dari pundaknya. Sedangkan Muawiyah orang miskin, gak punya harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid. (HR. Muslim 1480, Nasai 3245, dan yang lainnya).
Diantara makna: ’tidak meletakkan tongkatnya dari pundaknya’ adalah ringan tangan dan suka memukul.
Anda bisa perhatikan, pertimbangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyarankan Fatimah agar tidak menikah dengan Abu Jahm, karena masalah sifatnya yang keras. Sementara pertimbangan beliau untuk menolak Muawiyah, karena miskin, tidak berpenghasilan.
4. Tanggung jawab dan perhatian dengan keluarga
Tanggung jawab dalam nafkah dan perhatian dengan kesejahteraan keluarganya.
Bagian ini merupakan perwujudan dari perintah Allah untuk semua suami,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
”Pergaulilah istri-istrimu dengan cara yang baik.” (QS. An-Nisa’: 19)
Beberapa suami terkadang tidak perhatian dengan keluarganya. Penghasilannya banyak dia habiskan untuk kebutuhan pribadi, sementara kebutuhan rumah lebih banyak ditanggung oleh istri. Lebih parah lagi, ketika terjadi perceraian, beberapa suami sama sekali tidak mau menafkahi anaknya. Sehingga yang menghidupi anaknya adalah ibunya.

Alhamdulillah, Dengan demikian hati sayapun semakin yakin dan mantap untuk menerimanya karena semua itu ada padanya. Dan satu hal yang membuat saya bangga padanya adalah, ia menjadi tulangpunggung keluarga. Ia tidak pernah mempunyai rasa lelah dan putus asa. dan saya memilih tanpa melihat perbedaan dalam segi dunia. Alhamdulillah, ayah dan ibupun merestui. Hanya lelaki salih, mempunyai rasa takut kepada Allah, dan tujuan utamanya bukan dunia lah yang bisa membahagiakan saya dan membawa keluarganya kelak kesurga.

Inilah pilihan saya. Dengan perbedaan, kami saling menghargai dan saling melengkapi, kadang justru saya kalah dalam bersosialisasi dan berbicara di depan umum. Ya itulah…..hanya kesempatan yang tidak memihak kepada suami saya sehingga tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia lebih memilih untuk menjadi tulang keluarga. Saya sangat bahagia. Dan saya tidak pernah menyesal memilih dia. So……..jangan pernah beranggapan dan memukul rata lagi bahwa seorang sarjana mempunyai criteria yang tinggi.

Mungkin itu saja uneg- uneg kali ini, semoga bisa dilanjut uneg- uneg yang menginspirasi di kesempatan lain, ok, thankyou….jazakunallahu khoir wa barokallahu fikum.

sumber:fulanah